Rabu, 10 Juni 2009

Membangun Industri Teknologi Informasi



Untuk apa ada teknologi informasi jika tidak dapat membuka kesempatan usaha, lapangan kerja, meningkatkan pendapatan – demikian keluh banyak orang. Tantangan selanjutnya adalah proses & strategi yang perlu di ambil dalam membangun industri teknologi informasi. Agak sulit membahasnya karena banyak dimensi industri teknologi informasi, segmen ini sangat potensial untuk mendatangkan investor asing sehingga harus ada kebijakan insentif bagi investor asing untuk masuk agar segmen ini bisa tumbuh subur – tanpa menggunakan kebijakan berhutang ke ADB, IMF dan Bank Dunia.

Segmen industri yang tumbuh subur terutama bidang yang tidak ada monopoli sama sekali dan biasanya diluar kontrol pemerintah, seperti warung internet, e-commerce, komputer, software house. Berbeda dengan segmen telekomunikasi yang sangat diregulasi saat ini, tidak menumbuhkan terlalu banyak industri pendukungnya, yang ada kebanyakan pedagang peralatan. Di segmen industri tanpa monopoly ini selain pedagang, cukup banyak berkiprah inovator muda, cyberpreneur dll. Daftar sebagian industri IT ada di http://www.indopage.com didukung KADIN.

E-commerce menjadi jargon hot di awal tahun 2000 & diwarnai inisiatif besar seperti Lippo-e-net, Metrodata, Astra maupun Cybercity dan BHTV yang lebih kepada pendekatan supply. Dilapangan paling tidak ada empat (4) inisiatif besar yang berjalan terutama untuk e-commerce kelas bisnis to customer, seperti JATIS (www.jatis.com), telkom CommerceNet (www.commerce.net.id), Indosat I2 (www.i-2.co.id), dan e-commerce bisnis-to-bisnis IndosatCom (www.dagang2000.com). Biaya startup sebuah e-toko Rp. 2 juta, dengan biaya langganan Rp. 1.5 juta / bulan dengan berbagai keuntungan / insentif lainnya bahkan CommerceNet cukup dengan biaya tahunan yang dalam orde ratusan ribu saja. Komunitas e-commerce-pun mulai menjamur di warta-e-commerce@egroups.com, mastel-e-commerce@egroups.com, e-commerce@itb.ac.id, & i2bc@egroups.com.


E-commerce membutuhkan jaminan identitas dan kepercayaan para pelakunya melalui Certificate Authority (CA). CA Indonesia Indosign yang merupakan inisiatif bersama Indosat, Telkom, Pos, KADIN, DEPPERINDAG dan ITB baru saja diluncurkan. Jika CA Indosign berjalan baik, maka transaksi uang melalui Bank menjadi lebih terjamin. Akan tetapi isu besar tetap ada di root CA yang dikuasi negara kapitalis di dunia. Beberapa bank besar seperti BII, BCA, Bank Bali dll tampaknya telah bersiap untuk meluncurkan gateway pembayaran di Internet agar transaksi keuangan dapat dilakukan secara otomatis, aman dan online di Internet. BII tampaknya paling siap diantara bank lainnya.

Secara umum ada dua pendekatan yaitu (1) supply created demand dan (2) demand created supply. Umumnya pendekatan oleh inisiatif besar adalah supply created demand, artinya buat dulu e-toko-nya di Internet baru bersusah payah supaya pelanggan datang ke e-toko tsb. Pendekatan supply created demand hanya cocok untuk pemodal besar yang sanggup menahan napas dalam waktu lama sebelum demand tumbuh. Pendekatan ini umumnya di ekspose besar-besaran di media.

Pendekatan demand created supply merupakan pendekatan rakyat kecil yang tidak mempunyai modal cukup besar. Bertumpu pada 400+ mailing list Indonesia di Internet, seseorang dapat membangun kepercayaan dan komunitas di mailing list Internet – dua resep utama keberhasilan bisnis-to-bisnis di Internet. Berbagai transaksi dapat dilakukan baik untuk transaksi barang, informasi, pengetahuan maupun jasa (seperti konsultan dll). Bermodal sekitar Rp. 250.000 / bulan untuk telepon & akses e-mail Internet cukup untuk trafik e-mail sebesar 400-600 mail / hari - sangat tinggi untuk ukuran pengguna internet biasa. Kemampuan menulis & sedikit information warfare menjadi kunci sukses khususnya untuk industri jasa. Bagaimana dengan transaksi keuangan-nya? Biasanya transaksi keuangan e-commerce kelas teri cukup dilakukan secara manual tanpa payment gateway Internet. Memang tidak banyak di ekspose media massa, tapi sangat effektif untuk transaksi bisnis-to-bisnis dengan mitra di seluruh Indonesia bahkan dunia. Bukan mustahil jumlah transaksi uang di e-commerce kelas teri jauh lebih tinggi daripada e-commerce kelas kakap.

Pendekatan komunitas merupakan model standar dalam pengembangan industri IT di seluruh dunia. Contoh yang sangat typical adalah Linux yang sangat melegenda & merupakan kompetitor terberat Microsoft. Walaupun harga-nya praktis ‘nol’, Linux lebih banyak digunakan di server backoffice dan di ISP karena basis Internet sangat kuat di Linux. Apalagi spesifikasi server Internet Linux lebih rendah, Pentium 100 memory 16Mbyte dapat menjadi server. Sosialisasi bulanan seperti HP Linux Gaul-nya Mas Rudy Rusdiah meluaskan jumlah pengguna Linux desktop. Komunitas Indonesia bertumpu di Internet seperti KPLI.org, linux.or.id & mailing list linux, seperti, kpli@jakarta.linux.or.id, linux-admin@linux.or.id, linux-setup@linux.or.id, anggota@jakarta.linux.or.id, sysop-l@itb.ac.id maupun asosiasi-warnet@itb.ac.id.

Pelepasan gratisan soure terbuka Linux nyata-nyata mendorong industri perangkat lunak Indonesia, ada Microtronics Internusa yang bundling Linux untuk server & desktop. Trustix keamanan jaringan. Indospell pemeriksa ejaan. Banyak rekan yang membantu proses translasi pada proyek i18n. Termasuk mulai menyusun kamus online istilah komputer bahasa Indonesia. Trabas dengan sistem informasinya. Zen dengan manual Samba dan SWAT-nya. Andy dengan gMail-nya. Mas Rudy Rusdiah yang melepaskan Billing WARNET ke public domain. WAHID dengan Billing WARNET. Owo Sugiana bahkan merelease program pengelola perpustakaan yang berbasiskan Postgress (Open Source) pada Linux. KMRG ITB yang mengembangkan perangkat digital library berbasis Linux & FreeBSD, melepas source-nya ke public agar bentuk jaringan pendidikan & perpustakaan menuju knowledge based society di Indonesia. Beberapa rekan Indonesia bahkan bergabung pada developer Linux internasional.

Microsoft Indonesia tentu tidak tinggal diam, usaha pembangunan komunitas yang gencar dilakukan oleh team community development Microsoft Indonesia. Dukungan dari berbagai industri perangkat lunak lokal di Indonesia juga cukup banyak seperti Intimedia, Lippo-e-Net, Sisindosat dll. yang umumnya merupakan perusahaan IT yang besar. Microsoft masih menguasai solusi enterprise dengan jaminan dukungan profesionalnya. Pengkondisian Microsoft juga berlanjut ke dunia pendidikan melalui inisiatif Campus Agreement agar mahasiswa cukup membayar Rp. 20-50.000 / bulan untuk perangkat Microsoft legal dan juga inisiatif Microsoft Authorized Academic Training Program AATP untuk mendidik SDM IT bersertifikasi Microsoft.

Software aplikasi buat internet


bagi temen-temen yang bingung tentang aplikasi buat komputer, ini aku punya koleksinya

yahoo mesengger

aimp_2.51.330.exe

Driver_Magician_3.30.exe

GPU-Z.0.1.9.exe

Smadav 2009 Rev. 3.exe

Selasa, 09 Juni 2009

e-Government & Cyberlaw

e-Government & Cyberlaw

Kerangka hukum cyber Indonesia menjadi startegis untuk menjamin rasa aman, keabsahan informasi & jaminan / insentif bagi para investor. Hak asasi manusia harus ditegakan untuk dapat berkomunikasi & hak untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi global tanpa dibatasi dimensi fisik, ruang, waktu dan institusi. Revisi beberapa kerangka hukum dan kebijakan pemerintah perlu dilakukan untuk mengantisipasi hilangnya batas dimensi ruang, dimensi waktu & mempercepat transaksi dunia maya khususnya untuk pembuktian perkara. Beberapa contoh masalah strategis bagi Indonesia adalah pendelegasian domain *.id, deklarasi internet sebagai free trade zone oleh AS, audit keuangan, pajak transaksi e-commerce, keamanan transaksi keuangan yang tidak lagi dibatasi besaran fisik. DEPKEH jelas belum siap untuk cyberlaw. Di motori Arrianto Mukti Wibowo PUSILKOM-UI, Edmon Makarim FH-UI dkk. kerangka awal cyberlaw Indonesia telah di tanamkan melalui Riset Unggulan Terpadu (RUT). Kerangka tersebut ada di http://www.geocities.com/amwibowo/resource.html. Saat ini, pembangunan cyberlaw & cyber policy terus berjalan di beberapa lini baik KADIN bidang TPM, Hinca Panjaitan internews.or.id, ECONIT dkk selain UI.

Transparansi kebijakan telekomunikasi tampaknya terus dilakukan baik oleh asosiasi ISP (APJII), Masyarakat Telekomunikasi (MASTEL) maupun DITJEN POSTEL yang menyebabkan persaingan akses informasi / telekomunikasi makin marak. Pelibatan masyarakat dalam proses kebijakan POSTEL seperti di mailing list regulasi-internet@itb.ac.id, mastel-e-commerce@egroups.com, telematika@onelist.com adalah pola revolusioner dalam kebijakan pemerintah yang biasanya tidak dirasakan transparan. Bukan mustahil, adopsi pola ini akan mendorong sebuah e-government yang transparan, terbuka dan dapat di audit oleh masyarakat bahkan memungkinkan proses demokrasi tanpa mekanisme perwakilan.